Minggu, 18 Mei 2014

Funny Phunny

Pernah nggak suatu waktu ketemu sama orang yang kita sayang, dan kita nggak tahu kalau hari itu ternyata adalah hari terakhir kita ketemu dia? untuk selamanya? Pernah? Saya pernah.

25 Juni 2008
Hari itu seminggu paska UAS kelas XI. Semua siswa-siswi sibuk mengikuti beberapa kegiatan yang diadakan osis, sambil menunggu hari dimana hasil dari kerja keras selama dibagikan wali kelas kepada wali murid.
Siang itu, fatamorgana lapangan sekolah mengajak semua acuh dengan kegiatan yang sedang berlangsung. Beberapa ada yang antusias mengikuti kegiatan demi kegiatan, beberapa ada yang berusaha melarikan diri untuk mencari kegiatan lain yang lebih menyenangkan dibanding kegiatan anak-anak osis yang 'gitu-gitu aja'.
Saya ada di antara mereka yang memilih pergi, menghindari hiruk pikuk keadaan sekolah yang syarat dengan perintah dan larangan para guru. Berbekal tekad dan bujukan, akhirnya teman-teman sepermainanku mengikuti langkah cerdas saya.
Saya hubungi mereka satu persatu untuk keluar dari kandang aturan (baca: sekolah) itu untuk kemudian berkumpul di rumah Jety. Rahmi dan Eliz bergegas berangkat ke rumah Jety, sedangkan aku menjemput Fanny dan Yulia yang pada hari itu sengaja bolos.
Rumah Fanny tidak jauh dari rumah Yulia, jadi tidak terlalu banyak banyak waktu yang dibutuhkan untuk saya menjemput mereka. Setelah menjemput Fanny, kami mampir ke rumah Yulia, tapi ternyata Yulia tidak di rumah. Jadi saya dan Fanny melanjutkan perjalanan ke rumah Jety.
Sesampainya di sana, gerobak bakso langganan kami sudah siap dengan menu lengkap untuk memanjakan perut kita yang kelaparan. Satu persatu dari kami, aku, Jety, Fanny, Eliz dan Rahmi mengambil mangkok dan mengisinya dengan bakso.


"Puas-puasin makannya, mumpung menu baksonya masih lengkap" kataku.
Dengan semangat kami memenuhi mangkok kosong kami dengan berbagai macam jenis bakso yang kami sukai.
*makan dengan lahap*

"Alhamdulillaah. Kenyang" kata Rahmi sambil memegangi perut lalu memberi kode minta minum ke Jety selaku tuan rumah.
Ketika yang lain sedang menikmati bakso dengan lahapnya, Fanny menyempatkan diri selfie dengan hp saya. Anehnya, biasanya susah buat dia berhenti selfie sebelum gadget yang dia pake selfie itu diambil pemiliknya. Tapi kali ini, dalam satu waktu ini, hanya satu kali selfie yang dia lakukan, dan itu di hp saya.
"Nah, sip. Qeii, foto saya jangan dihapus loh ya. Awas aja kalau dihapus." katanya.
"Iya-iya, puas-puasin aja narsisnya. Saya makan bakso aja", jawabku sambil lahap makan bakso.

"Nggak ah, sekali ini aja, cukup *senyum-senyum*" kata Fanny sambil pegang-pegang rambutnya yang baru saja direbonding.

Sehabis makan bakso, secapeknya kami ngobrol-ngobrol nggak karuan, kami pamit pulang. Saya menawarkan diri mengantar Fanny pulang, tapi ternyata dia dijemput pacarnya, Made. Jadi saya mengantar Eliz pulang.

± Pukul 14.00
 *kita berpisah*

± Pukul 16:00
 *bunyi dering hp tanda sms masuk*
  Yulia: Qeii, tadi ke rumah ya? Sorry tadi saya ke dokter
  Qeii: Oh iya nggak kenapa-napa. Kamu sakit apa?
  Yulia: Typus, Qeii. Eh, Fanny sama Made kecelakaan ya?
  Qeii: Hah? *kaget* Kapan? Orang tadi kita masih ngumpul kok. Ngaco nih.
  Yulia: Loh beneran, ini loh Made sms saya.
 
Saya langsung sms Fanny.
  Qeii: Fan, masa' kata Yulia kamu kecelakaan. Enggak kan? Kamu baik-baik aja kan? *belum percaya*
  Fanny: Bener, Qeii. Fanny kecelakaan. Ini Made. Minta doanya ya, ada pendarahan di otaknya.
  Qeii: *jleb* *kaget* kok bisa? kecelakaan dimana? jam berapa? gimana ceritanya?
  Fanny: tadi siang, sepulang ngumpul sama kalian.
  Qeii: *shock* ya ampun, Made, kok bisa sih. Trus ini sekarang dimana?
  ...............dst

Sambil memastikan keberadaan mereka, saya hubungi anak-anak yang lain. Mereka shock. Saya, Jety, Rahmi, dan Eliz berniat datang ke rumah sakit tempat Fanny dirawat, tapi Made melarang. Dia bilang tunggu Fanny sadar saja. Kita mengikuti saran Made.
Besoknya, saya menunggu teman-teman yang lain berkumpul di rumah salah seorang teman untuk berangkat bersama menjenguk Fanny. Nggak lama, handphone bunyi, "Grace? Ada apa dia telepon?" kataku dalam hati sembari mengangkat telefon dari Grace.

Qeii: Halo, Grace. Ada apa?
Grace: Eh, Qeii, Fanny nggak ada ya?
Qeii: Hah? Maksudnya? Nggak ada di RS Lava? Ya emang, dia dipindah ke RS Nirmala.
Grace: Loh?! Haduuhh, bukan gitu. Iihh. Gini deh, sekarang kamudimana?
Qeii: Di rumah Fenny. Kenapa?
Grace: Ini kita lagi ngumpul di depan sekolah, cepat kesini"

Tanpa berlama-lama, saya bergegas pergi ke sekolah. Ternyata sudah banyak teman-teman yang berkumpul. Aku mencari Grace, aku tanya apa yang terjadi. Dia jawab, Fanny pergi, meninggalkan kita.
Damn!!! Hancur rasanya. Otak berhenti berpikir. Jantung berdetak lambat. Shock. Nafas terengah-engah. Mau nangis tapi tidak bisa. Saya coba tenangin diri sejenak. Sembari menghubungi teman-teman yang lain.
Emosi. Kalut. Bingung. Sebenarnya apa yang terjadi? Saya masih belum percaya kalau Fanny pergi. Ini pasti bercanda. Kemarin kami masih bertemu, bercanda, tertawa bersama, tidak mungkin.
Tidak lama, Jety, Rahmi, dan Eliz datang, kami berangkat bersama-sama ke rumah Fanny. Berjalan perlahan, panik, berharap apa yang mereka ceritakan tadi bohong. Masih teringat jelas canda tawa Fanny yang nggak ada hentinya setiap hari, style yang sering mengundang tawa. Masih belum percaya dia pergi secepat ini.

Kami menguatkan diri memasuki rumahnya, kami melihat tubuh Fanny diselimuti kain batik, dengan kepala tanpa rambut berbalut perban dan plester. Tidak! Dia bukan Fanny. Kami masih belum percaya.
Semua reflek menangis di depan jasad Fanny yang terbujur kaku. Tanpa senyum sedikitpun. Senyum yang selalu dia bagi kepada kami semua. Berbeda dengan yang lain, tidak setetes air pun keluar dari mata saya. Saya bingung. Tidak ada sepatah katapun terucap dari mulut saya. Diam, melihat jasatnya. Masih belum percaya. Dalam hati bertanya-tanya, apa kemarin adalah pertanda? Dia ijin pergi, pamit kepada kami? Lalu, foto di hp saya, apakah itu foto terakhirnya? Saya masih terdiam.
Hingga Eliz tiba-tiba melantunkan satu bait lagu favorit almarhumah, "some people want it all, but I don't want nothing at all"
*tes*
air mata saya tiba-tiba jatuh. Hati saya benar-benar terasa hancur, teringat semua tentang dia. Tingkah lakunya yang mengundang olok hingga tawa, ide-ide gilanya yang di luar logika, tawa ala spongebobnya yang selalu menggelegar di kelas dan di manapun dia berada, kebiasaan makan di dalam kelas, dan semua tentang dia. Aku menangis sejadi-jadinya, tidak ada yang bisa membuat saya berhenti menangis. Aku sayang Fanny. Berat bagi saya kehilangan sosok Fanny, Phunny Tattoo :') Dia selalu menyebut dirinya "Phunny Tattoo"

Hingga saat ini, saya belum percaya secepat itu dia pergi.
Sampai saat ini masih teringat canda tawa dan keusilannya.
Ketika semua teman bahkan guru melihat dia dalam mimpi, kenapa saya tidak?
Sekalinya datang dalam mimpi saya, hanya sesaat, lalu pergi.

Saya kangen kamu, Fan. Kalau kamu masih ada di sini sekarang, pasti kamu seneng. Kamu kan doyan makan, sekarang banyak tempat kuliner di Malang. Aku yakin kamu suka. Apalagi kalau ditraktir :")
Banyak lagu yang kamu banget baru-baru ini, aku yakin kamu pasti heboh nyanyiin lagu-lagu itu :''')
Fan, bahagia ya di sana. Saya dan teman-teman di sini selalu berdoa buat kamu.



 Miss you so much, Fan :')

Tidak ada komentar:

Posting Komentar